PEMANFAATAN TATA RUANG

MAHASISWA SIAP MENGEDUKASI MASYARAKAT TERKAIT PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN TATA RUANG


MATARAM-Dalam rangka mengedukasi warga Nusa Tenggara Barat (NTB) khususnya mahasiswa sebagai masyarakat akademisi yang memiliki peran penting untuk sebuah perubahan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), menggandeng Komunitas Penataan Ruang (Kopeka) untuk ikut mengendalikan pemanfaatan ruang.

Kegiatan dalam bentuk diskusi tersebut diadakan di Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) dan diikuti oleh Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) NTB, Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB, dan Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, UMMAT. (15/10).

Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan dan Penguasaan Tanah, Kementerian ATR, Harris Simanjuntak mengatakan bahwa proses edukasi masyarakat terkait pemanfaatan tata ruang penting dan perlu dilakukan agar tidak terjadi konflik di kemudian hari.

“Kalau sejak awal masyarakat dilibatkan saat perencanaan pemanfaatan tata ruang, maka benturan dapat dihindari”, kata Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah IV tersebut.

Menurut Harris, selama ini yang banyak aktif dalam hal penataan ruang hanya dari pemerintah daerah, padahal masyarakat juga harus terlibat agar tidak terjadi bentrokan atau kesalapahaman ketika suatu kawasan akan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.

Bentrokan biasa terjadi saat dimulainya pembangunan karena masyarakat tidak banyak mengetahui rencana dan kebermanfaatan kelanjutan terhadap pembangunan daerah tersebut.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, pemerintah harus melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan suatu pembangunan. Hal tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang tentang Tata Ruang, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 2015, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 tahun 2010 terkait Penataan Ruang.

“Dalam regulasi tersebut ditegaskan pemerintah harus melibatkan masyarakat dalam pengendalian penataan ruang”, jelasnya.

Undang-Undang juga mengamanahi, lanjut Harris, untuk membentuk kelompok peduli tata ruang yang terdiri atas tiga kelompok, yaitu kelompok terdampak tata ruang, kelompok terdidik, dan kelompok keseharian yang bergelut langsung dengan tata ruang tersebut.

“Maka dari itu, kami mengajak mahasiswa agar bisa membina masyarakat terdampak. Sehingga bila komunitas dan kelompok bersatu maka akan ada mitra pemerintah sehingga suara mereka lebih didengar pemerintah sebagai bahan pertimbangan dan perimbangan,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Program Studi  Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik,  UMMAT, Fariz Primadi Hirsan mengatakan, kegiatan diskusi tentang pengendalian pemanfaatan tata ruang tersebut sangat bermanfaat, khusunya bagi mahasiswa.

Ia berharap nantinya mahasiswa akan bisa memberikan informasi yang berkualitas kepada masyarakat. Apalagi mereka sebagai representasi masyarakat terdidik, sebagai pelopor perubahan untuk masa depan yang gemilang.

“Semoga mahasiswa dapat mempercepat penyampaian informasi langsung ke masyarakat. Dengan begitu, kampus akan menjadi perpanjangan tangan yang tepat bagi pemerintah untuk berbagai program yang kemudian dikembangkan oleh daerah”, harap Fariz. (Dhie)